20 Nov 2007

Festival Festival


Siapa yang terdepan

Menghitung festival dokumenter di Indonesia, sungguh melegakan. Tepatnya, membanggakan. Ada banyak festival. Festival itu mencoba untuk meraih opini. Menghadirkan isu, di ruang publik. Film-film yang diputar, tentu bermacam. Ada, yang atas nama idealisme. Berdiri atas proyek, workshop. Atau atas nama pesanan NGO dan pemerintah.

Siapa yang terdepan ? Tentu, festival yang mencoba mengambil start lebih awal. Saya jadi ingat, sebuah festival tentu ingin tampil men-screening satu film yang masih fresh from oven. Alhasil, mengambil jeda waktu awal tahun, tengah tahun atau akhir tahun, tentu dilatarbelakangi oleh :siapa yang ingin terdepan. Sebab, film yang discreening di festival, ya itu-itu juga. Ini juga terjadi di festival dunia. Dengan ego, ego -nya.

Konstrutif memang adanya festival. Terutama dokumenter. Tetapi, setelah itu apa ? Yang pasti ingin mempromosikan film-film anak negri, mempublikasikannya adalah tujuan yang ingin dicapai.
Sebagai pembuat dokumenter tentu, bangga film nya di festival, apalagi di kompetisi. Seperti pengrajin, jika ada pameran, pastilah ia senang karena barang kerajinannya ditonton. Bukankah demikian ?

Tetapi, tidak cukup hanya itu tentunya. Banyak festival, dengan film yang sama. Sedikit festival, kurang juga rasanya.

Daripada melamun.

7 Nov 2007

Kemas Film !


Mari menjual film !

Seorang Elida, -yang mengagumi penyanyi Nicky Astria - teman saya, pernah bertanya. Kenapa tidak mengemas film dokumenter yang pernah dibuat ? Bukankah itu menjadi penting ?

Saya mencoba memikirkan beberapa saat. Mungkin persoalannya menjadi tidak mudah. Lantaran, kebanyakan dari kita memproduksi film tidak dengan uang sendiri, alias ada ndoro funding-nya. Ini persoalan. Saya harus menjelaskan ke NGO, atau PH yang pernah mengontrak saya. Saya mencobanya. Tetapi ternyata semuanya menjadi : tidak masalah.

Mengemas film, menjadi menarik, memang tidak sekadar meng-kopi film film itu. Lalu membuatkan cover-nya. Merancang strategi promosinya. Tetapi, mengemas film, lebih banyak berkait dengan produk dan sebuah proses yang dilaluinya. Kenapa menjadi penting, sebuah film yang dikemas butuh making of-nya ! Atau lebih jauh ada buku yang menjadi bahan pembelajaran dari siapapun yang tertarik pada film itu.

Bagi pembuat film dokumenter, tentu bukan hal yang biasa. Membuat making of - nya, apalagi melampirkan cerita singkat dari proses itu. Lebih menakjubkan jika ada buku "pegangan proses-nya ".

Tentu. Ini tantangan kita. Mari mencoba. Saya juga tengah mencoba.
mencoba merdeka ...dan selalu punya ide !

IN PRODUCTION

Tsunami : Gift of Life
Sam Pek Engtai ( Kasih Tak Sampai )

Renita's Journey : Mangga Golek
Merdeka atoe Mati !
Operasi Subyektivitas

My Film

  • GERABAH PLASTIK (2002), ROEDJITO (2003), HELP SPECIES DYING (2003), THE DREAM LAND (2003), I LOST MY FOREST IN ONE MINUTES (2004), THE LAST FOREST (2004), I WILL (2004), HANNA RAMBE (2004), MOTHE'S TEARS (2004), SERAMBI (2005), OUR BELOVED MOTHER (2005), HUMAN TRAFFICKING (2006), RENITA RENITA (2006), IN SHADOW OF THE FLAG (2007), SAM PEK ENGTAI (Kasih Tak Sampai- in production)

Mengenai Saya

Klaten - Jakarta pulang-pergi, Indonesia
Saya film director, fasilitator workshop film dan penulis.