16 Jun 2008

Riset diary

Muji, bagian Satu !

Tiga bulan ini, saya tengah mengumpulkan sebuah bahan. Bahan film tentang seorang pria yang mencintai, mengidolai pria. Awalnya saya kenal Muji, tiga tahun lalu di Bali. Sebuah pribadi yang unik, penuh kesan dan menarik. Beberapa kali ia bercerita, berekspresi tentang apa yang dialami dalam hari harinya.
Tiga tahun berselang, saya memutuskan ini menarik untuk menjadi ide film. Riset riset awal sudah saya lakukan. Hubungan terus terjadi. Namun, apa yang bisa dibayangkan, jika dalam satu bulan terakhir saya telah dikirimi tulisan tulisan pribadi, buku harian yang ditulis oleh Muji, dengan tekun. Sebanyak 83lembar buku harian yang ia kirimkan kepada saya. Tentu, ia seorang yang sabar dan tekun.
Bagi saya, mungkin ini proses pembelajaran baru. Kali ini saya mencoba melakukan eksplorasi dari sebuah perspektif baru dan menantang. Apa yang bisa kita bayangkan dari sebuah buku harian, puisi nan puitik yang ditulis oleh seseorang. Penuh perlawanan dan sangat emosional.
Ini penemuan baru dan pembelajaran baru, bahwa mengawali sebuah riset film ternyata bisa dari sebuah ruang ekspresi yang sangat personal.
Terimaksih Muji.

Rumahdokumenter

122 orang.

Apakah ini berkah dari baliho baliho besar 7 x 12 meter yang menjulang di titik titik pusat kota ? Namun sejumlah itu yang memberikan tandatangan di daftar hadir. Berkah ? Ajaib ? Yang pasti saya selalu menanti dan yakin pada keajaiban. Itu saja.
Seorang ibu datang kepada saya. "Mas dimana dijual film "Aku Ingin" itu ?" Saya kaget. Lalu kami ngobrol. Ternyata ibu ini ingin menyelesaikan S2 dan puisi puisi Sapardi adalah tesis yang ia kerjakan.
Seorang bapak, bernama Mulyono yang mungkin sudah 65 tahun, mencoba memberika tanggapan ketika diskusi. Ia teman SD, SMP, SMA dan kuliah dari Sapardi. Bapak ini menjelaskan bahwa ia mengetahui benar, pada saat seperti apa puisi puisi itu dilahirkan.
Mungkin, akhirnya bapak Mulyono dan ibu S2 itu akan makin akrab dengan ber-sharing tentang sebuah peristiwa yang terjadi di pemutaran awal dari program rutin bulanan RumahDokumenter.
Seorang Astri, ia relawan, tinggal di Bantul yang malam itu juga datang , tetap hingga saat ini mencoba untuk mengkoleksi film film sastra Lontar.
122 orang di program awal, kata beberapa orang, sebuah langkah yang membanggakan. Tentu, ini membanggakan.

3 Jun 2008

Baliho Dokumenter



Menjual Dokumenter dengan Pemasaran Rokok

Saya agak kaget. Seorang sponsor menawarkan diri untuk mempromosikan film dokumenter saya dengan gaya yang berbeda. RumahDokumenter dan Mataya, mencoba untuk mencari gaya baru dalam memasarkan film dokumenter, atau bentuk bentuk kesenian pada umumnya.

Selama ini, pengalamannya promosi film dokumenter tak begitu gencar. Promosinya hanya menyempil di sebuah ruang publik yang sempit, tak populer dan berkesan tak mempunyai dana promosi.

Lalu, apa yang akan terjadi manaka sebuah promosi acara dokumenter dikemas dalam baliho baliho besar di beberapa titik pusat kota ? Akankah mampu melahirkan sebuah gelombang animo besar ? Pertanyaan yang penuh teka teki dan belum tentu terjawab, nampaknya. Sungguh beruntung jika promosi film film dokumenter itu mempunyai ruang besar untuk bisa menyihir siapapun guna mengenal film dokumenter itu sendiri.

IN PRODUCTION

Tsunami : Gift of Life
Sam Pek Engtai ( Kasih Tak Sampai )

Renita's Journey : Mangga Golek
Merdeka atoe Mati !
Operasi Subyektivitas

My Film

  • GERABAH PLASTIK (2002), ROEDJITO (2003), HELP SPECIES DYING (2003), THE DREAM LAND (2003), I LOST MY FOREST IN ONE MINUTES (2004), THE LAST FOREST (2004), I WILL (2004), HANNA RAMBE (2004), MOTHE'S TEARS (2004), SERAMBI (2005), OUR BELOVED MOTHER (2005), HUMAN TRAFFICKING (2006), RENITA RENITA (2006), IN SHADOW OF THE FLAG (2007), SAM PEK ENGTAI (Kasih Tak Sampai- in production)

Mengenai Saya

Klaten - Jakarta pulang-pergi, Indonesia
Saya film director, fasilitator workshop film dan penulis.