17 Jul 2008

Dekat dan beruntung !

Kathy Huang, teman baru saja. Seorang sutradara perempuan, asiaamerica. Kini tengah mengerjakan film waria di Makasar. Jadi, dia begitu rajin sharing dengan saya tentang dunia waria itu. Pengakuannya, kenapa begitu sulit membangun sebuah kepercayaan dalam membuat film dokumenter. Selagi mematangkan idenya, Kathy mencoba untuk me -riset dan ngobrol dengan waria yang ada di Yogyakarta.

Ia kaget. Kenapa ? "Kenapa setiap waria yang saya ajak bicara selalu berkata, mana uang rokoknya ? Saya jawa : " Inilah Indonesia Raya " Sebuah cara pandang yang berbeda. Lasim atau tidak ? Etis atau tidak ? Sejujurnya bisa dikatakan bahwa otak kita siapapun, penuh dengan hunus hunus kepentingan yang bisa menghujam siapapun.

Pada satu sisi, waria melihat si pembuat film punya kepentingan dengan kisah saya atau waria pada umumnya. Pada sisi yang lain, pembuat film punya kepentingan untuk bisa menyimpan data kisah waria dalam otaknya.

Menjadi sebuah pertarungan yang mencekam. Dengan senjata yang terbuka, siap terhunus. Siapa korbannya. Pembuat film, atau subyeknya ? Mungkin perdebatan, klaim klaim eksploitasi, senantiasa membuat pembuat film di tepi jurang. Klaim klaim eksploitasi tanpa batas, terus menerus ada dalam benak siapapun.

Pertanyaan selanjutnya adalah, kenapa harus membuat film. Patutkah kita mengkambinghitamkan Lummiere bersaudara itu. Tidakah kesadaran, ingatan siapapun berpeluang untuk bisa ditransfer sebagai sebuah pengalaman baru bagi siapapun ? Adakah sisa kesadaran, bahwa ruang, waktu, peristiwa itu begitu terbatas dan akan hilang dengan cepat ?

Kathy dan Chris, sudah menonton edit kasar film Mangga Golek Matang di Pohon. Pertanyaannya sama. "Kenapa Anda tidak berjarak dengan Renita?" Saya sedang mendapat lotre ! Jawaban yang sangat tidak masuk akal. Namun saya selalu percaya pada sebuah keajaiban keajaiban dalam membuat film dokumenter. Dan keajaiban tidak bisa datang dengan begitu saja -dan cuma-cuma- tanpa sebuah kalkulasi matang di dalamnya.

Untuk film "Gerabah Plastik", tiga tahun saya setia menunggu, mendengar kisah kisah nan menyentuh dari seorang Mbah Hardjoikromo lalu saya filmkan dalam satu hari. Untuk film "The Dream Land" saya hanya 3 hari sebelum shooting sudah dilapangan, dan selalu sembunyi-sembunyi untuk bisa memperoleh kisah korban guna sebuah perayaan air mata.

Beruntung dan dekat dengan subyek, bisa jadi senjata. Tetapi, mungkin setiap pembuat film memang dilahirkan dengan bakat yang berbeda. Artinya, tidak semunyanya mempunyai senjata yang sangat lengkap untuk sebuah pertempuran. Saya hanya punya dua senjata. Kedekatan dan keberuntungan.

Kedekatan dan keberutungan, bukan sebuah wahyu. Tetapi, bisa dikalkulasi kapan kita bisa melahirkannya. Siapapun akan memperolehnya, tanpa pernah merasa bahwa membuat film itu seperti masuk dalam sebuah petualangan penuh tekanan, mengeksploitas dan ter-eksploitasi.


Tidak ada komentar:

IN PRODUCTION

Tsunami : Gift of Life
Sam Pek Engtai ( Kasih Tak Sampai )

Renita's Journey : Mangga Golek
Merdeka atoe Mati !
Operasi Subyektivitas

My Film

  • GERABAH PLASTIK (2002), ROEDJITO (2003), HELP SPECIES DYING (2003), THE DREAM LAND (2003), I LOST MY FOREST IN ONE MINUTES (2004), THE LAST FOREST (2004), I WILL (2004), HANNA RAMBE (2004), MOTHE'S TEARS (2004), SERAMBI (2005), OUR BELOVED MOTHER (2005), HUMAN TRAFFICKING (2006), RENITA RENITA (2006), IN SHADOW OF THE FLAG (2007), SAM PEK ENGTAI (Kasih Tak Sampai- in production)

Mengenai Saya

Klaten - Jakarta pulang-pergi, Indonesia
Saya film director, fasilitator workshop film dan penulis.