Flavio Armores, kurator dari Turino GLBT Film Festival yang memutar film Renita Renita dua bulan lalu, memberi kabar saya. Ia memohon dengan sangat, untuk bisa memutar film saya, Renita Renita, di Roma International Film Festival Juli nanti. Katanya, programmer festival itu tertarik untuk memasukan film saya di program "Transexual Village". Tak apa, pikir saya.
Sekali lagi saya bisa belajar, dan tahu bagaimana mencoba menempatkan siapapun -pembuat dokumenter itu- pada sebuah altar yang agung. Sebuah wilayah yang terkadang, sulit untuk bisa dimiliki oleh penyelenggara festival kita (baca: festival film di INDONESIA). Sederhana, nampaknya. Terkadang saya pikir, bukankah memutar dan mencamtumkannya langsung tidak soal, bukankah saya di Indonesia dan festival itu di Roma Italia ? Langsung saja diputar, tanpa permisi kepada si pembuat ?
Saya tidak terjebak bahwa, penyelenggara film festival dari luar lebih baik. Bukan orang Barat itu lebih mulia. Bukan, bukan ini maksud saya. Orang bule juga banyak yang menyebalkan, demikian, bule itu tai kata Shamir kameramen kepada saya beberapa tahun lalu. Festival asing juga banyak bohong nya, demikian kata Andi Bachtiar Yusuf dalam imel nya kepada saya.
Yang justru saya pikirkan, soal tersisanya sebuah ruang dalam diri kita, untuk belajar. Belajar menghargai. Belajar untuk menempatkan pada sebuah altar itu. Siapapun dia.
Sekali lagi saya bisa belajar, dan tahu bagaimana mencoba menempatkan siapapun -pembuat dokumenter itu- pada sebuah altar yang agung. Sebuah wilayah yang terkadang, sulit untuk bisa dimiliki oleh penyelenggara festival kita (baca: festival film di INDONESIA). Sederhana, nampaknya. Terkadang saya pikir, bukankah memutar dan mencamtumkannya langsung tidak soal, bukankah saya di Indonesia dan festival itu di Roma Italia ? Langsung saja diputar, tanpa permisi kepada si pembuat ?
Saya tidak terjebak bahwa, penyelenggara film festival dari luar lebih baik. Bukan orang Barat itu lebih mulia. Bukan, bukan ini maksud saya. Orang bule juga banyak yang menyebalkan, demikian, bule itu tai kata Shamir kameramen kepada saya beberapa tahun lalu. Festival asing juga banyak bohong nya, demikian kata Andi Bachtiar Yusuf dalam imel nya kepada saya.
Yang justru saya pikirkan, soal tersisanya sebuah ruang dalam diri kita, untuk belajar. Belajar menghargai. Belajar untuk menempatkan pada sebuah altar itu. Siapapun dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar