1 Agu 2007

Majalah GONG
Majalah Kesenian Indonesia

Estetika Tanpa Batas Cannes FIlm Festival


Oleh Tonny Trimarsanto,
Sutradara Film “Serambi”

Beberapa waktu lalu, saya ke Festival Film Cannes ke 59 (FFC) Prancis, yang punya gengsi dan prestisius. Saya menjadi tamu khusus, lantaran film saya Serambi masuk ke dalam kompetisi seleksi Un Certain Regard, bersama 23 kompetitor lainnya. Film yang saya garap bersama tiga sutradara Indonesia lainnya (Garin Nugroho, Lianto Luseno, Viva Westi) ini, terasa sangat spesial, sebab hanya tiga negara Asia saja yang bisa masuk ke kompetisi ini. Dua lainnya, Cina (Luxury Car) dan Korea (Unforgiven). Film Luxury Cars sendiri akhirnya meraih penghargaan untuk kategori ini
Sebagai sebuah festival, tentu FFC punya peran penting dalam membangun opini film global. Kita tahu, bahwa ada festival film bergengsi yang pada akhirnya akan memengaruhi pengambilan kebijakan di perhelatan Oscar, yakni FFC, Berlin Film Festival, serta forum Golden Globe. Sejarah mencatat bahwa FFC lahir sebagai sebuah festival, karena kondisi dan untuk kepentingan politik pasca perang dunia. Tak banyak yang menyangkal bahwa dalam perjalanannya, FFC mampu memberikan nilai politik sebuah film, dari karya-karya yang memperoleh penghargaan Palm O’dor, Camera O’dor, ataupun Un Certain Regard Award.

Ketika hadir dalam pesta FFC, saya cukup kaget. Bagi saya ini kali pertama saya menemui festival film yang memang benar-benar tergarap secara rapi dan profesional. Sebuah festival yang memang punya daya tarik tinggi. Asumsinya, film telah menjadi produk dagang dengan nilai jual yang begitu tinggi. Ada aspek komersil yang memang ada dalam tubuh film. Nampaknya, pelaku industri hiburan memang benar-benar melihat bahwa FFC adalah tempat paling strategis untuk menawarkan ide pengembangan, produksi, dan distribusi.

Layaknya sebuah pasar, maka bisa dibayangkan, di dalamnya akan banyak terjadi dinamika. Artinya, akan ada penawaran, transaksi, dan jual-beli. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa dalam FFC akan terjadi transaksi dengan akumulasi nilai ekonomi tinggi. Dari sinilah gairah kerja pembuat film, pemilik modal, dan distributor mencoba membaca segenap peluang yang ada.

***

FFC ke-59 adalah tempat paling strategis untuk bisa mempromosikan sejumlah film dari raksasa industri Eropa ataupun Hollywood. Jangan lupa pula, raksasa industri Cina dan Bollywood tak mau ketinggalan dalam menjual beragam jenis filmnya. Sekadar contoh, film-film produksi Hollywood terbaru, seperti Da Vinci Code, dengan actor Tom Hanks dipromosikan secara besar-besaran di sini. Atau film karya Sofia Coppola, dengan Maria Antoniette yang dibintangi oleh aktris Kirsten Dunst mencoba mengadu untung di Competition sekalipun banyak dicemooh penonton.

Sejumlah film Hollywood lain dengan biaya besar dan bintang tenar seperti film X –Men III, Miami Vice, Rambo IV, Superman Returns, juga dijajakan di sini. Semuanya dijual ke pasar film. Dikenalkan agar opini publik bisa terbentuk sejak awal. Sebuah strategi jitu dan langkah standar yang acapkali dilakukan oleh studio-studio besar manakala ingin menjual beragam jenis filmnya.

Film-film yang menang di FFC ke 59 inipun akan memperoleh jalan mulus ketika dipasarkan ke segenap penjuru dunia. Langkah sukses jelas sudah di depan mata untuk film yang menang, seperti The Wind That Shakes The Barley (Ken Loach, Palm D’or), Flanders (Bruno Dummont), Volver (Pedro Almodovar, best Actrees: Penelope Cruz), Babel (Alejandro Innaritu best Director), Red Road (Andrea Arnold, Camera D’ior) ataupun Luxury Cars (Wang Chao, Un Certain Regard). Alhasil, dengan mudah akan banyak pasar yang ingin menampungnya.

Selain itu, yang lebih menarik lagi adalah banyak negara dunia yang membuka ruang-ruang khusus dalam mempromosikan film negaranya. Ketika saya berjalan di Market du Cannes, banyak negara yang mungkin sangat sulit saya jumpai di peta dunia berani mengontrak satu ruangan khusus untuk mempromosikan filmnya. Untuk Asia, negara India, Korea, Hongkong, Singapura, Cina, Jepang, dan Thailand begitu mencolok dengan rumah tenda promosi filmnya.

Tampaknya sistem politik pada akhirnya akan berpengaruh besar pada peta perfilman global itu sendiri. Dalam pesta Cannes, terungkap bahwa Hollywood dan raksasa industri film Cina, mampu mencakarkan opini besar dalam dunia hiburan. Bahkan, sangat tidak mungkin untuk bisa menandingi kekuatan yang mereka punyai. Ini berarti, opini publik global tentang industri film sesungguhnya terletak pada kemampuan mereka dalam membangun opini. Gencarnya promosi film Hollywood dan film Cina begitu dominan.

Perjalanan film-film negara kecil, bahkan yang lebih maju sekalipun tak mampu menandingi Cina dan Hollywood. Media-media massa berpengaruh seperti Variety ataupun Hollywood Reporter serta Premiere Magazine, tak lepas dari ulasan dua kekuatan yang berpengaruh tersebut. Sekadar catatan, harian hiburan berpengaruh global tersebut, selama FFC berlangsung, dibagikan secara gratis. Dalam ulasan untuk edisi hariannya, mereka senantiasa menulis film-film produksi terbaru industri Hollywood dan Cina.

***

Setiap festival memang mempunyai keunikan tersendiri. Yang jelas, setiap festival akan mengakomodasikan banyak hal dan elemen. Festival-festival besar akan tampil sebagai tempat untuk melakukan eksebisi film, menelaah unsur estetik, dan menjadi tempat untuk melakukan fund rising untuk banyak produksi film. Bahkan yang lebih penting lagi, setiap festival akan menjadi momentum bagi para produser film untuk menjajaki kemana film yang sudah selesai dibuat akan dipasarkan.

Memasarkan film adalah bagian penting dalam produksi film itu sendiri. Keluhan-keluhan bahwa film tidak laku yang acapkali dilontarkan oleh pembuat dan produser film kita memang masuk akal. Sangat rasional, karena mereka terkadang melupakan bagaimana memasarkan sebuah film. Mencipta dan memasarkan adalah dua hal yang tak bisa dilepaskan. Tidak mengherankan jika banyak produser dan sutradara film dari luar negeri seringkali melihat sebuah festival sebagai tempat strategis untuk memasarkan film.

FFC telah menjadi menara politis tertinggi bagi sebuah film. Setiap sutradara yang filmnya masuk ke kompetisi film ini akan memperoleh pengakuan artistik internasional.

Tidak ada komentar:

IN PRODUCTION

Tsunami : Gift of Life
Sam Pek Engtai ( Kasih Tak Sampai )

Renita's Journey : Mangga Golek
Merdeka atoe Mati !
Operasi Subyektivitas

My Film

  • GERABAH PLASTIK (2002), ROEDJITO (2003), HELP SPECIES DYING (2003), THE DREAM LAND (2003), I LOST MY FOREST IN ONE MINUTES (2004), THE LAST FOREST (2004), I WILL (2004), HANNA RAMBE (2004), MOTHE'S TEARS (2004), SERAMBI (2005), OUR BELOVED MOTHER (2005), HUMAN TRAFFICKING (2006), RENITA RENITA (2006), IN SHADOW OF THE FLAG (2007), SAM PEK ENGTAI (Kasih Tak Sampai- in production)

Mengenai Saya

Klaten - Jakarta pulang-pergi, Indonesia
Saya film director, fasilitator workshop film dan penulis.